3 Seni Manajemen Leadership : Warisan Pemikiran Sang Maestro Pesantren

Daftar Isi

Disclaimer: Artikel ini berasal dari pemikiran KH Ahmad Hasyim Muzadi yang disampaikan dalam pidatonya. Penulis berusaha menyampaikan kembali dengan bahasa yang lebih sederhana agar lebih mudah dipahami. Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan pembelajaran bagi penulis sendiri dan juga bermanfaat bagi para pembaca.

Terdapat hal menarik dari pemikiran KH Ahmad Hasyim Muzadi tentang Manajemen Kepemimpinan atau Manajemen Leadership dari salah satu pidatonya.

Ini membuat saya penasaran, kira-kira pesan tersembunyi apa yang ingin Abah Hasyim sampaikan ke orang-orang yang merasa dirinya pemimpin? Apa nasihat mendalam yang ia ingin bagikan?

Saya memperhatikan di banyak tempat termasuk organisasi pemerintahan maupun organisasi pada umunya sering kali seorang pemimpin terjebak pada formalitas struktur, lupa bahwa organisasi hanyalah alat, bukan tujuan. 

Tulisan ini adalah upaya menyalakan kesadaran bahwa sebenarnya memimpin adalah upaya untuk mengubah sistem menjadi sebuah gerakan, dan gerakan menjadi kebiasaan hidup yang memanusiakan. 

Konteksnya bisa dalam memimpin apapun, mulai dari yang terkecil seperti memimpin kelompok pertemanan, menjadi ketua organisasi di kampus/pesantren, ketua rt, rw, lurah, gubernur hingga pemimpin negara sekalipun. 

Tulisan ini akan menarik, jadi pastikan kamu membaca hingga akhir.

3 Pilar Kepemimpinan dalam Manajemen Leadership

Saya akan mulai dari hakikat pemimpin menurut Kyai Hasyim.

Kepemimpinan bukan sekadar mengatur orang atau organisasi, tetapi juga seni dalam menggerakkan dan memanusiakan mereka. 

KH. Hasyim Muzadi dalam salah satu pidatonya tentang "Manajemen Leadership" menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki tiga jenis manajemen yang saling berkaitan yaitu: Manajemen Organisasi, Manajemen Gerakan, dan Manajemen Manusiawi. 

"Jangan lupa kalau kamu semua memimpin orang, bukan memimpin barang," begitu beliau mengingatkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal sistem, tetapi juga soal bagaimana membuat orang yang dipimpin mau bergerak dengan kesadaran dan kebahagiaan.

Pertama Manajemen organisasi, manajemen organisasi bertujuan untuk mengelola sumber daya manusia secara terstruktur, membagi tugas dan tanggung jawab agar mencapai satu tujuan bersama. 

Namun, organisasi yang rapi saja tidak cukup jika tidak bisa digerakkan. 

Di sinilah pentingnya manajemen gerakan, yaitu memastikan bahwa organisasi benar-benar bisa berjalan sesuai rencana. 

Sebagai alat uji, pemimpin harus melihat apakah sistem yang ada mampu menggerakkan anggotanya dengan efektif. Indikator keberhasilannya adalah apakah jumlah human resource bisa digerakkan dengan baik atau tidak.

Abah Hasyim menjelaskan letak perbedaan antara pemimpin dan aktivis dari cara menggerakkan organisasi. Bahwa Aktivis adalah seseorang yang aktif karena aktifnya diri sendiri sedangkan pemimpin ialah orang  yang bisa membuat anak buahnya yang dipimpin menjadi aktif. 

Contoh penerapannya dalam scope kecil di pesantren mahasiswa:

Manajemen Organisasi: Mengatur pembagian tugas dan tanggung jawab agar semua bergerak ke satu tujuan. Misalnya, OSPAM (organisasi santri) harus bisa membagi masalah besar menjadi bagian kecil yang terkoordinasi. 

Kedua, Manajemen Gerakan: Menguji apakah organisasi benar-benar bisa digerakkan. Ini seperti ujian praktek: “Kalau diperintah, apakah mereka benar-benar bergerak?”

Abah Hasyim menjalaskan bahwa dalam scope organisasi santri yaitu: Organisasi dipandang sebagai sarana untuk melatih kemampuan seseorang dalam memimpin, dipimpin, dan mengelola masalah besar dengan membaginya menjadi unit-unit kerja kecil untuk dicarikan solusinya. Setiap unitnya berkerjasama dan terkordinasi menuju tujuan bersama dengan dudukung semangat rasa penuh tanggung jawab, kerelaan, dan kegembiraan.

Meskipun sudah memilki struktur organisasi yang baik, namun bermodal sistem saja tidak cukup, ujian sebenarnya adalah apakah ketika sistem itu dijalankan seluruh elemen organisasi benar-benar bergerak secara efektif atau tidak. 

Dengan prinsip utamanya yaitu sistem bisa dikatakan berhasil ketika mampu beroperasi aktif ketika diterapkan.

Terakhir, yang Ketiga adalah manajemen manusiawi: adalah seni memimpin dengan emosional (EQ), bukan hanya logika (IQ). 

Di sini, pemimpin harus membuat anak buah bekerja “dengan suka rela dan gembira”, bukan seperti robot. 

Contohnya "Bagaimana menyuruh tanpa terasa menyuruh, bagaimana memerintah tapi membuat orang merasa sadar sendiri," ini adalah seni kepemimpinan yang memerlukan kecerdasan emosional (EQ).

Sedikit cerita ketika saya bertemu dengan seorang pendeta di Sidoarjo beliau bernama Pendeta Agus Susanto, beliau adalah salah satu asisten pribadi yang lama mengabdi untuk KH Ahmad Hasyim Muzadi, ia pernah menyampaikan kepada kami (yang pada saat itu ada agenda wawancara dirumahnya) kurang lebih seperti ini: 

Dalam perjalanan hidupnya, Kyai Hasyim menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukanlah tentang popularitas, tetapi tentang kerja nyata yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia terlibat aktif dalam berbagai keputusan besar negara, namun tetap rendah hati dan enggan mencari sorotan publik. "Melakukan sesuatu yang besar tapi tidak mau dipublikasikan," ujar Agus Susanto, menggambarkan bagaimana KH. Hasyim bekerja dalam diam tetapi berdampak besar bagi bangsa.

Dari ucapan pendeta agus tersebut saya semakin yakin bahwa jiwa kepemimpinan sejati ada dalam diri Kyai Hasyim, tidak hanya sekedar memberikan pengajaran tapi Kyai Hasyim juga memberikan keteladanan yang menginspirasi bagi bawahan atau anggota-anggotanya.

Kesimpulan Penulis

Kepemimpinan bukan sekadar jabatan atau sistem, tapi seni menggerakkan manusia dengan kesadaran dan keikhlasan! 

KH. Hasyim Muzadi menegaskan bahwa pemimpin sejati harus menguasai tiga hal: Manajemen Organisasi (mengatur sistem dan tugas), Manajemen Gerakan (memastikan organisasi benar-benar bergerak), dan Manajemen Manusiawi (memimpin dengan hati, bukan sekadar perintah). 

Pemimpin yang hanya bergantung pada sistem akan kehilangan pengaruh begitu sistem itu hilang. 

Maka, pemimpin sejati bukan hanya mengatur, tapi juga membentuk karakter, menyalakan semangat, dan menumbuhkan kesadaran dalam timnya. Bukan sekadar menyuruh, tapi membuat orang bergerak dengan kesadaran dan kegembiraan!


Siapa KH Ahmad Hasyim Muzadi?
KH. Ahmad Hasyim Muzadi (1944–2017) adalah ulama dan tokoh nasional yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PBNU selama dua periode (1999–2010). Dikenal sebagai sosok nasionalis dan pluralis, ia aktif di organisasi kepemudaan Islam sebelum meniti karier di NU dan politik. Selain pernah menjadi anggota DPRD Jawa Timur dan calon wakil presiden pada 2004, ia juga mengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam di Malang dan Depok. Setelah purna tugas di PBNU, ia menjabat sebagai Wakil Rais Aam (2010–2015), terus berdakwah, dan berkontribusi dalam pendidikan hingga akhir hayatnya.
Malang, 04/03/2025 (Adj)

Posting Komentar